Di Indonesia, khususnya di kota-kota besar, lalu lintas dalam hal ini kendaraan bermotor, mempunyai andil terbesar dalam memberikan kontribusi pada polusi udara. Kontribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara mencapai 60-70 %. Dari jumlah total tiap zat pencemar utama yang dikeluarkan setiap tahun, karbon monoksida (CO) merupakan zat pencemar terbanyak, sementara 60% dari hidrokarbon (HC) dan oksida nitrogen (NOx) yang kita hirup juga berasal dari kendaraan bermotor.
Khusus polusi udara yang berasal dari kendaraan bermotor dengan bahan bakar yang tak ramah lingkungan, terutama karena masih mengandung sejumlah Pb, dikhawatirkan akan menurunkan kualitas sumberdaya manusia, karena berakibat menurunkan tingkat kecerdasan anak-anak. Timbal ini tidak hanya terserap lewat saluran pernapasan, tetapi banyak tanaman yang mengandung residu Pb ini. Di Amerika, misalnya, para pengemudi telah meninggalkan bensin yang mengandung timah. Bensin jenis baru telah diformulasi ulang untuk menghilangkan sampai 90% zat benzene dan kandungan yang beracun lainnya, sehingga tingkat pencemaran udara di AS menurun sampai 15% dalam kurun waktu satu tahun.
Selain kendaraan bermotor, cerobong asap dari industri pun ikut andil dalam pencemaran udara. Di Jepang, teknologi pengurangan polusi seperti “penggosok” cerobong asap yaitu perangkat yang dapat menghilangkan sampai 95% pencemaran gas sulfur dari gas cerobong asap dipasang pada pembangkit tenaga listrik di seluruh negeri. Perangkat ini mengurangi pengeluaran sulfurdioksida suatu polutan yang tercipta ketika terjadi pembakaran bahan bakar yang mengandung sulfur seperti batubara dan minyak.
WHO Inter Regional Symposium on Criteria for Air Quality and Method of Measurement telah menetapkan konsentrasi polusi udara dalam hubungan dengan akibatnya terhadap kesehatan maupun lingkungan sebagai berikut :
Tingkat I : Konsentrasi dan waktu expose yang tidak ditemui akibat apa-apa, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tingkat II : Konsentrasi yang mungkin dapat ditemui iritasi pada pancaindera, akibat berbahay secara langsung maupun tidak langsung.
Tingkat III : Konsentrasi yang mungkin menimbulkan hambatan pada fungsi faali yang vital serta perubahan yang mungkin dapat menimbulkan penyakit menahun atau pemendekan umur (serious level).
Tingkat IV : Konsentrasi yang mungkin menimbulkan penyakit akut atau kematian pada golongan populasi yang peka (emergency level).
Mengingat kendaraan bermotor mempunyai andil terbesar dalam polusi udara, maka pengendalian polusi udara juga berarti pengendalian emisi kendaraan bermotor. Pengendalian tingkat ini adalah pengendalian terhadap simpul A dalam teori simpul. Simpul A adalah yang diemisikan dari sumber, dalam hal ini asap knalpot kendaraan. Pada uji ini, ada lima parameter yang diperiksa, yaitu kandungan CO2, CO, HC, NOx, dan lambda dari asap knalpot. Lambda adalah faktor keseimbangan antara bahan bakar dan gas-gas hasil pembakaran yang dihitung dengan rumus tertentu. Khusus untuk mesin diesel, ada satu parameter tambahan yaitu opasitas atau kandungan partikulat. Di samping itu ada pula standar yang diberlakukan bagi kualitas bahan bakar, karena sebagian besar polusi udara disebabkan oleh pembakaran. Kualitas hasil atau sisa pembakaran tergantung antara lain dari kualitas bahan bakar yang digunakan. Di DKI Jakarta telah diujicoba penggunaan bahan bakar yang berasal dari gas alam yang sangat ramah lingkungan. Namun, kualitas pembakaran oleh kendaraan bermotor tidak kalah pentingnya. Karena itu, perawatan kendaraan dan jika perlu pembatasan usia kendaraan harus dilakukan. Hal ini memungkinkan dilakukan jika secara berkala dilakukan uji emisi kendaraan. Kendaraan bermotor yang beroperasi di kota harus telah lulus uji emisi.
Peran serta masyarakat dan pemerintah sangat diperlukan dalam mengurangi polusi udara misalnya dengan gerakan penghijauan, terutama dimulai dari tempat tinggal masing-masing. Sangat dianjurkan menggunakan pohon yang berdaun lebar atau yang berpotensi mengurangi polusi udara. Demikian pula taman-taman kota perlu digalakkan oleh pemerintah untuk mengimbangi polusi udara kota. Dan di lain pihak pemerintah harus mengatur bahan bakar serta mesin kendaraan dan menerapkan persyaratan mutu bahan bakar.
Di sisi lain, pencemaran lingkungan oleh pabrik memberi kontribusi sekitar 30% dari total kerusakan lingkungan. Pabrik-pabrik tersebut telah melanggar UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, terutama ketiadaan Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal). Berbagai penelitian menegaskan bahwa industrilah yang paling bertanggung jawab terhadap pencemaran Teluk Jakarta. Salah satu penelitian mutakhir yang dipublikasikan M. Rudi wahyono, Direktur IndoRepro Indonesia, menyatakan sumber-sumber pencemar utama di Teluk Jakarta adalah unsur logam berat Fe (besi), Se (selenium), Co (kobalt) yang berasal dari industri pencelupan kain, cat, alat elektronik, logam, kendaraan bermotor, pestisida. Logam berat ini merupakan micronutrient sebagai katalisator bagi pertumbuhan phytoplankton, menyebabkan deplesi oksigen serta membunuh biota air. Unsur sedimen dari limbah industri dapat meningkatkan kekeruhan sehingga mengurangi sinar matahari yang dibutuhkan untuk fotosintesis, dan menaikkan BOD. Selain itu, yang berasal dari limbah petrokimia dan industri kimia menimbulkan penyakit kronis, kanker, maupun cacat lahir. Pencemaran ini memang sudah dalam tahap memprihatinkan, terlihat dari tingginya angka pencemaran khususnya merkuri dan pestisida, yang mencapai rata-rata 9 ppb PCB dan 13 ppb DDT. Keduanya sudah melebihi ambang batas yang diperbolehkan yaitu maksimum 0,5 ppb.
Dengan kondisi yang memprihatinkan ini, kita harus mendesak pemerintah segera mengambil langkah-langkah tegas atas bencana ekologi ini, dengan mengadakan sebuah penelitian terpadu yang independen untuk mengevaluasi kondisi yang terjadi di sungai, pantai maupun teluk seluruh Indonesia. Paralel dengan itu, pemerintah harus memberlakukan moratorium (penghentian) pengoperasian, pengembangan dan penambahan pabrik/industri/perusahaan di sepanjang sungai atau pantai yang tercemar hingga terbebas dari limbah. Dan yang terpenting adalah tindakan hukum kepada ratusan perusahaan yang telah melakukan tindakan pencemaran lingkungan hidup, jika tidak kasus pencemaran akan terus terjadi yang pada gilirannya akan merugikan masa depan bangsa kita sendiri.
Hampir tidak ada kota di dunia yang dapat menghindar dari bencana pencemaran, manusia tidak bisa memulihkan alam 100%, namun sebagai mahasiswa yang berpendidikan, kita dapat mengajak semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat untuk mengambil peran dalam menimalisir dampak pencemaran lingkungan, melalui sosialisasi atau penyuluhan kepada masyarakat, maupun melakukan berbagai penelitian-penelitian tentang lingkungan yang bisa dijadikan referensi dan masukan kepada pihak pengelola industri serta pemerintah agar bersikap lebih bijak untuk peduli terhadap lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar